Peringatan pada tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena telah terbentuk panitia nasional pencari makam almarhum Tan Malaka. Panitia ini didukung oleh Tim Penasehat dari Kementerian Sosial Republik Indonesia, Dr. Adnan Buyung Nasution, Prof.
Acara inti peringatan tahun ini adalah penggalian makam almarhum yang diindikasikan sudah 99% adalah makam Tan Malaka, yang akan dibuktikan melalui tes DNA. Lokasi makam Tan Malaka tersebut terletak di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur. Pantia dalam persiapannya telah melayangkan surat keberbagai instansi, antara lain Kementrian Sosial, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementrian Kesehatan dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur serta Bupati Kabupaten Kediri. Penggalian makam ini rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2009.
Kegiatan kedua adalah menerbitkan buku kenang-kenangan berupa tulisan-tulisan tokoh-tokoh sezaman dengan almarhum yang belum sempat diterbitkan dan tokoh masa kini serta generasi muda sekarang dari berbagai disiplin ilmu.
Sekilas tentang Tan Malaka
Sebagaimana diketahui bahwa almarhum Tan Malaka hilang pada tanggal 19 Februari 1949 saat mempertahankan Republik Proklamasi 17 Agustus 1945 yang terancam dilikuidasi oleh Perjanjian Linggarjati dan Renville menjadi Negara-negara bagian yang didirikan Van Mook dan Van Der Plaas.
Pada bulan Maret 1963 Presiden Soekarno menetapkan Tan Malaka menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan Kepres No. 53 Tahun 1963, dan beliau berhak mendapat penghargaan seperti dalam setiap peringatan pahlawan-pahlawan bangsa. Namun, karena kurangnya pemahaman sejarah, nama Tan Malaka seringkali ditutupi dan tidak diperkenalkan kepada generasi muda. Bahkan di Ibukota Republik ini tidak dijumpai nama jalan yang bernama “Tan Malaka”. Padahal kalau dipelajari dan diteliti lebih dalam, tidak ada alasan untuk memusuhi nama Tan Malaka. Bukankah yang mengagas Republik ini untuk pertama kalinya adalah almarhum Tan Malaka sendiri, dalam bukunya yang berjudul “naar de republiek indonesische” (Menuju Republik
Dalam pelariannya selama 20 tahun di luar negeri pada saat yang tepat beliau hadir dan berada di tanah air ikut bersama pemuda mendorong terwujudnya proklamasi 1945 dengan nama Ilyas Husein, tokoh pemuda dari Banten. Pada pertemuannya dengan Presiden Soekarno, Soekarno merasa menemukan persamaan pandangan dan cita-citanya dengan Tan Malaka, sehingga Soekarno pada saat itu mengatakan kepada Tan Malaka “Bila terjadi sesuatu pada diri saya (tewas atau ditahan musuh), maka pimpinan revolusi akan saya serahkan kepada saudara (Tan Malaka).”
Pada bulan Januari 1946, Tan Malaka mensponsori dan mendirikan Persatuan Perjuangan yang beranggotakan parpol-parpol serta laskar-laskar bersenjata berjumlah 141 organisasi yang diikat dengan 7 minimum program. Salah satu dari program tersebut adalah “berunding atas dasar pengakuan kemerdekaan 100%”. Program ini didukung penuh 100% oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman dengan mengatakan “Lebih baik kita di bom atom daripada merdeka kurang dari 100%.” Menghadapi oposisi Persatuan Perjuangan ini, kabinet Syahrir jatuh dan nyaris tidak terpilih lagi, hanya karena Soekarno-Hatta lah kemudian Syahrir dapat membentuk kabinet lagi. Setelah Syahrir diangkat lagi menjadi perdana menteri, sebelum dia berunding, Tan Malaka ditangkap di Madium dan ditahan selama 2,5 tahun.
Pada tahun 1948 Tan Malaka dibebaskan oleh Perdana Menteri M. Hatta. Tapi isu yang berkembang, Tan Malaka dibebaskan Hatta untuk menghadapi Muso yang kemudian terkenal dalam pemberontakan Madium. Terhadap isu tersebut, Tan Malakamencounter
”Seolah-olah mengimbangi PKI Muso itu adalah urusan kami sendiri. Kalau PKI menunjukan kekuatan pada Belanda, maka dengan segala daya upaya akan kami Bantu, walaupun bantuan itu tiada diminta kepada kami bahkan meskipun seandainya ditolak.
Dalam hal ini tidak perlulah rasanya kami dikeluarkan dari penjara buat membantunya. Sendirinya kami akan mendapat jalan. Tetapi karena aksi PKI Muso ditujukan pada Pemerintah Republik yang ada sekarang, maka pertama kali urusan dan kewajiban Pemerintah inilah pula membela kekuasaanya (authoritynya). Tak bisa dua kekuasaan tertinggi dalam satu Negara.
Rakyat harus tahu, pemerintah mana yang harus diikutinya. Berhubung dengan inilah, maka Pemerintah yang adalah, yang pertama berkewajiban membela kekuasaannya, walaupun hanya untuk membela diri para anggotanya saja.
Garis politik kami cukup jelas buat kawan dan lawan. Apabila setelah mendapat ujian selama hampir 3 tahun ini. Apabila kami dalam keadaan sunyi-terasing serta sering dalam bahaya dan dikelilingi oleh beberapa kawan seperjuangan saja, tetap memegang garis-bermula; masakan kami sesudah mendapatkan persetujuan dan kawan dari berbagai pihak, akan meninggalkan garis politik yang sudah mengalami ujian itu. Untuk melanjutkan perjuangan kami di atas garis itu tiadalah perlu kami berjual;-beli dalam hal
politik dan moral.”
Setelah kemudian Tan Malaka menganjurkan berdirinya Partai Murba, tidak lama kemudian Belanda menyerang
Demikianlah, kita berdoa semoga almarhum suaranya akan lebih keras lagi dari dalam kubur.