Cari Blog Ini

Sabtu, 09 Oktober 2010

SEJARAH ANALITIK STRUKTURAL NASIONALISME INDONESIA

Tujuan tulisan ini adalah akan megemukan pada garis besar masalah-masalah sejarah dari pergerakan nasional di Indonesia. Dalam tulisan ini metode kronoligs tidak akan digunakan, karena lingkupya terbatas. Di sini hanya akan dikemukakan beberapa segi saja. Mengenai karya-karya perkembangan sejarah nasionalisme Indonesia dapat ditunjukan karya-karya dari Amry Vandenbosch (1994), Bernanrd Clekke (1943), A. von Arx (1949), George Mc.T. Kahin (1952). Semuanya itu ditulis pada akhir atau setelah PD II. Karya sebelum perang ialah buku karangan J.Th. Petrus Blumberger (1931), yang secara sistematis memuat banyak sumber sejarah sampai tahun (1930). J. M Pluvier telah menulis sebuah tinjauan umum mengenai periode berikutnya, diterbitkan pada tahun (1953). karya-karya SJ. Rutgers (1946) dan D.M.G. Koch menyajikan gambaran umum dari seluruh perkembangan pergerakan nasional sampai PD II. Di samping itu masih banyak karangan lain mengenai pergerakan nasional. Di antara penulis bangsa Indonesia dapat disebutkan nama nama A.K Pringgodigdo (1950 ) dan Sitorus (1947).
Lazimnya, yang disebut sejarah pergerakan nasional adalah bagian dari sejarah Indonesia meliputi periode tahun 1908, ialah tahun berdirinya Boedi Oetomo sebagai organisasi nasional, sampai tahun 1942, tahun pecahnya perang pasifik.
Selain itu, metode kronologi akan memebrkan suatu perspektif historis, sehingga dinamika pergerakan nasional dapat dilihat dengan jelas sebagai suatu pergerekan progesif. Akan tetapi, lingkup tulisan ini tidak mengizinkan untuk menerapkan metode kronologi itu, sehingga di dalam menganallisis berbagai aspek dengan menggunakan beberapa konsep sebagai titik tolak, semata-mata juga hanya dimaksudkan sebagai suatu pengantar untuk beberapa masalah sejarah pergerakan nasional di Indonesia.
Nasionalisme Indonesia, seperti juga di Negara-negara asia tenggara lainnya, mempunyai basis historis pada kolonilalisme; maka sifat antikolonialisme menjadi bagaian utamanya.
Oleh karena itu, ada interdependensi antara nasionalisme dan kolonialisme pada umumnya dan juga terasa adanya pengaruh timbal balik, terutama antara nasionalisme yanga sedang tumbuh dan politik kolonial beserta ideologi kolonialnya.

A. ASPEK-ASPEK MULTIDIMENSIONAL
Pergerakan nasional di Indonesia dalam arti umum dapat dianggap sebagai suatu regenerasi; pergerakan ini bukanlah pergerakan yang hanya terbatas pada bidang politik tatapi melitputi juga bidang ekonomi, sosial, dan kultural. Sifat universal dari fenomena ini meneyabakan pergerakan itu mempunyai aspek multidimensional. Karena mengalami regenarasi ini, maka para partsipan menjadi sadar akan segala sesuatu, baik yang lama maupun yang modern; semunya didorong ke arah kemajuan dan terlibat pada semua kegiatan secara aktif.
1. Aspek Ekonomi
Pertentangan kepentingan menyebabkan kondisi hidup rakyat terbelakang, karena cara-cara produksi lama tidak mampu menghadapi kapitalisme colonial yang mempunyai organisasi dan teknologi moderen yang mampu mengubah keadan ekonomi yang ada.
Kedudukan yang menguntungkan penjajah itu diperoleh melalui eksploitasi dan diskriminasi. Oleh karena itu, usaha-usaha ke arah itu, usaha-usaha ke arah emansipasi ekonomi selalu ditekan. Semua pengalaman yang mengecewakan sebagai akibat system sosial-ekonomi yang menghalangi usaha perekonomian bangsa Indonesia, mendorong timbulnya solidaritas.
Dalam kongres-kongres SI (Sjarikat Islam) mereka melancarkan kritik-kritik pedas terhadap situasi sosial-ekonomi yang menyedihkan: upah yang sangat rendah, kerja paksa, pajak tanah, tanah partikelir, industri gula, dsb. Sejak kejadian itu, perjuangan ekonomi memperlihatkan sifatnya sebagai gerakan massa, sehingga oleh karenaya menstimulasi pengaruh pada pergerakan politik.
Gerakan ekonomi ini sejak pada PD I terus-menerus tumbuh sampai pada puncaknya pada pemberontakan komunis tahun 1926.
Tindakan-tindakan yang keras dari pihak pemerintah kolonial memperkuat orientasi ekonomi pada beberapa organisasi, seperti Boedi Oetomo dan Partai Bangsa Indonesia. pekerjaan kontruktif dari partai-partai itu pada bidang ekonomi, meskipun belum begitu berarti, telah memberi bentuk-bentuk konkret kepada cita-cita ekonomi nasional dan dapat dianggap sebagai suatu bukti yang nyata adanya prinsip berdiri di atas kaki sendiri.
2. Aspek Sosial
Pembentukan organisasi-organisasi nasionalis didorong oleh pertentangan kepentingan social dengan kaum penjajah; karena perbedaan rasial pertentangan ini menjadi lebih serius. Organisasi itu fungsinya menjadi lebih nyata dan menunjukan perbedaan kepentingan-kepentingan tersebut secara lehih jelas; jadi, organisasi-organisasi itu boleh dikatakan meratakan jalan utnk membangun suatu kekuatan sosial.
Akibat berdirinya Boedi Oetomo bagi penguasa peguasa tradisional pribumi, yaitu ellite lama, adalah negative oleh karena itu, organisasi ini tumbuhnya lambat. Sebagai reaksi terhadap keinginan emansipasi di atara massa rakyat yag luas, golongan elite lama ini kemudian membentuk ikatan sendiri. Perkumpulan bupati, yang memperjuangkan kepentingan kepentingan merka sendiri dega cara caranya dendiri.
Tumbuhnya diferensisasi sosial menyebabkan jumlah organisasi-organisasi nasionalis bertambah dengan bermacam-macam tujuan untuk melindungi kepentingan mereka masing-masing sambil berdialog menentang kolonialisme.
Aspek sosial lain dari pergerakan nasional yang perlu mendapat perhatian kita ialah peranan diferensiasi di antara organisasi-organisasi nasionalis itu. Pada umumnya peranan yang dijalankan oleh organisasi organisasi itu memang dipilh dan dilakukan dengan penuh kesadaran. Boedi Oetomo diikuti oleh organisasi-organisasi berikutnya, seperti Muhammadiyah dan Taman Siswo. Terutama Taman Siswo dapat dianggap sebagai sebuah lembaga dengan system pendidikan yang menjadi bagian dari pergerakan nasional yang memperjuangkan masayarakat merdeka. Cita-cita kebebasan dan kesatuan dipakai sebagai pedoman pendidikan praktis. Hal ini menjadi bukti bahwa pendidikan nasional adalah cara yang sebaik-baiknya untuk berkerja secara produktif untuk mencapai kemerdekaan rakyat. Kebudayaan asli dipakai sebagai dasar pokoknya.
3. Aspek-Aspek Kebudayaan
Nasionallisme Indonesia pada tingkat-tingkat pertama juga dikenal sebgai nasionalisme sempit, yang bersifat local atau kedaerahan. Nama-nama seperti Serekat Ambon Roekon Minahasa, Pasoendan, Sarekat Soematera menunjukan sifat kedaerahan dan kesukuan.
Pada kongres kaum muda Jawa, yaitu pada waktu Boedi Oetomo didirikan, diadakan, diskusi untuk menentukan sikap yang harus diambil dan untuk menghadapai kebudayaan barat. Pada diskusi ini terdapat dua pandagan yang berbeda: golongan pertama ingin agar orang jawa sic mengembangkan dirinya menurut jalannya sendiri dan tetap memilihara sifat ketimurannya, sedang golongan yang kedua menganggap contoh dari barat lebih praktis, jadi, sudah sepantasnya untuk diikuti.
Pada tahun 1908 sekali pertentangan yang terjadi pada kongeres boedi oetomo itu timbul. Golongan konservatif berpendapat bahwa kebudayan lama harus menjadi dasar untuk menghimpun seluruh rakyat, sedang golongan progresif tidak menghendaki kemunduran dan meolak sifat-sifat khusus kejawaan. Mereka ingin melawan barat dengan alat-alat dan metode barat pula. Mereka menekankan usaha mendinamikakan kehidupan kebudayaan dengan persatuan dan pertukaran. Mereka berpendapat bahwa sikap statis berati kemunduran.
Gerakan kebudayaan memperkkuat kedaran nasional dan merupakan tambahan bagi egerakan ekonomi yang mencita citakan kehudpan ekonomi yang bebas bagi rakyat. Pergerkan nasional inin membangun kebudayaan bru sebagai basis kehudapan baru dengan mengambil alih unsure unsure barat. Pembaharuan ini dianggapa sebagai alat untuk mewujudkan cita cita politik, oleh karena itu dalam mengahadapi kebudayaan barat kaum nasiionalis menolak ide asimilasi dalam rangka negeri belanda raya.

4. Aspek Aspek Politik
Pergerakan nasional sebagai bentuk revivalisme dalam hubungan-hubungan masyarakat colonial sudah barang tentu mengalami politikalisasi, dan bahkan sejak taraf pertamanya pergerakan itu sudah jelas menunjukan orientasi politik umum.
Di tanah jajahan kepentingan ekonomi dan politik terjalin erat antara satu dengan lainnya: dominasi politik melindungi erat monopoli ekonomi modal colonial dan menggunakan pemerintahan colonial sebagai alat kekuasaan.
Sejak itu disadari bahawa kekuasaan poltik diperlukan untuk memkasa pemerintah colonial memperlihatkan kesejahteraan rakyat. Aspriasi politik, meskipun belum jelas formulasinya, telah tampak pada waktu itu Boedi Oetomo didirikan. Dengan perkataan lain dapat dinyatakan lain dapat dinyatakan bahwa organisasi ini menghendaki turut ambil bagian dalam mengatur penghidupan rakyat dan memperbaiki nasibnya.
Di sisi lain dengan berdirinya volksraad maka keinginan-keinginan politik dapat disalurkan dengan resmi kepada pemerintah colonial. Pengalaman pengalaman di dalan volksraad menimbulkan keyakinan bahwa melalui koperasi usaha usaha rakyat tidak akan terlindungi, sehingga golongan nasionalis menganggap sangat perlu menyusun kekuatan rakyat untuk mengambil alih kekuasaan politik. Formulasi tujuan politik ini makin lama juga makin terperinci. Perhimpunan Indonesia, organisasi-organisasi mahasiswa Indonesia di negeri belanda, membuat analisis yang tepat mengenai hubungan-hubungan colonial dan mengambil resolusi bahwa pergerakan nasional harus menuju ke Indonesia merdeka, sedang kerja sama dengan kaum penjajah ditolak.

B. BEBERAPA UNSUR NASIONALISME INDONESIA
Beberapa nasional dilihat sebagai satu konsep kehidupan, menunjukan proses historis dari kelahiran dan perkembangan nasionalisme. Bilamana kita mempelajari nasionalisme, akan tampak jelaslah bahwa ada pertumbuhan konsep yang besar dan pendekatan-pendekatannya bermacam-macam. Apa yang menarik perhatian kita dalam hubungan ini ialah banwa secara luas disetujui bahwa nasionalisme dalam beberapa pengertian asal mula dan perkembangannya bersifat historis sehingga sejarah pergerakan nasional menjadi inti akibat-akibatnnya bebeda-beda tegantung pada keadaan keadaan historis.
Nasionalisme sebagai fenomena historis timbul sebagai jawban terhadap kondisi-kondisi historis, politik, ekonomi, dan sosial tertentu. Penyelidikan tentang nasionalisme sebagai sutatu fenomena yang serba kompleks memerlukan pula pendekata5n yang multidisipliner. Dengan demikian, akan terjadi jelas apek multidimensionalnya. Untuk mengenal sifat sifat khas nasionalisme sudah barang tentu unsur unsur pembentukan perlu pula diselidiki dengan menggunakan multiple approach seperti tersebut diatas.
Nasionalisme pada periode pembentukan lebih terikat pada aspek-aspek subjektif daripada aspek-aspek objektif. Kenyataan sejarahnya dimulai sebagai fakta-fakta konseptual, kemudian berkembang perlahan lahan ke bentuk yang lebih kongkret dan menjadi fakta fakta sosio-psikologis bedasar atas unsur-unsur komponenya menunjukan tingkatan-tingkatan perkembangan nasionalisme pada semua aspeknya dan pada variasi jawaban nasionalisme terhadap kolonialisme. Tiga aspek nasionalisme aspek kognitif, aspek orientasi tujuan/nilai dan aspek-spek afektif — dapat diterapkan sebagai kriteria perbedaan kategori-kategori yang menggambarkan tipologi berbagai organisasi pergerakan nasional.
Nasionalisme dikembalikan ke dasar eksistentisnya; terutama nasionalisme sebagai suatu ide pada semua bentuknya perlu diselidiki keselarasanya dan hubungannya dalam konteks sistuasional realitas sejarah tertentu. Manifestasi-manisfestasinya harus dihubuhngkan dengan masing-masing kelompok sosial yang mendukungnya, perubahan perubahan strukutural harus diterangkan sejalan dengan dinamisme kelompok dan derajat integrasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar