Cari Blog Ini

Rabu, 06 Oktober 2010

SEJARAH INDONESIA MADYA

Kerajaan Demak

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari para bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam.
Pada masa sebelumnya, daerah Demak bemama Bintaro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan pemerintahannya diberikan kepada Raden Patah (dari Kerajaan Majapahit) yang ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (daerah Pasai).
b. Kehidupan politik
Ketika Kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang ada di daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri. Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah Kerajaan Maja¬pahit runtuh, berdirilah Kerajaan Demak sebagai Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak adalah sebagai berikut.
Raden Patah Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Patah termasuk keturunan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Setelah dewasa, Raden Patah diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan Gelar Sultan Alam Akbar al-Fatah.
Raden Patah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak berkembang dengan pesat, karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu, Kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin, dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan Raden Patah, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sidayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Jasa para wali dalam penyebaran agama Islam sangat besar, baik di Pulau Jawa maupun di daerah-daerah di luar Pulau Jawa, seperti di daerah Maluku yang dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur yang dilakukan oleh seorang peng-hulu dari Demak yang bernama Tunggang Parangan.
Pada masa pemerintahan Raden Patah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunan masjid itu dibantu oleh para wali atau sunan.
Ketika Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 M, hubungan Demak dan Malaka terputus. Kerajaan Demak merasa dirugikan oleh Por¬tugis dalam aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, tahun 1513 Raden Patah memerintahkan Adipati LJnus memimpin pasukan Demak untuk menye-rang Portugis di Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat dan persenjataannya lengkap. Atas usahanya itu Adipati Unus mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor.
Adipati Unus Setelah Raden Patah wafat, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh Adipati Unus. la memerintah Demak dari tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama, karena ia meninggal dalam ' usia yang masih sangat muda dan tidak meninggalkan seorang putra mahkota. Walaupun usia pemerintahnya tidak begitu lama, namun namanya cukup dikenal sebagai panglima perang yang memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka. Setelah Adipati Unus meninggal, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana.
Sultan Trenggana Sultan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada tahun 1522 M Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan). Daerah-daerah yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan Pajajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai, seperti Madiun, Gresik, Tuban, dan Malang. Akan tetapi ketika menyerang Pasuruan (1546) Sultan Trenggana gugur.
c. Keruntuhan Demak
Setelah Sultan Trenggana wafat, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana). Pangeran Sekar Seda ing Lapen dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto.
Putra Sekar Seda ing Lepen yang bernama Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas kematian ayahnya dengan membunuh Sunan Prawoto. Selain Sunan Prawoto, Arya Panangsang juga membunuh Pangeran Hadiri (suami Ratu Kali Nyamat, adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri dianggap sebagai penghalang Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak.
Selanjutnya Arya Penangsang dibunuh oleh Ki Jaka Tingkir yang dibantu oleh Kyai Gede Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta Ki Penjawi. Jaka Tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Hadiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang.

Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore

a. Letak Kerajaan
Secara geografis Kerajaan Ternate dan Tidore memiliki letak yang sangat penting dalam dunia perdagangan pada masa itu. Kedua kerajaan ini terletak di daerah Kepulauan Maluku.
Pada masa itu, Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar, sehingga dijuluki sebagai "the Spice Island". Rempah-rempah menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran perdagangan saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang ke daerah Timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Oleh karena itu/ muncullah hasrat untuk menguasai rempah-rempah tersebut.
Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
b. Kehidupan Politik
Di Kepulauan Maluku banyak terdapat kerajaan kecil, di antaranya Kerajaan Ternate sebagai pemimpin Uli Lima, yaitu persekutuan lima bersaudara dengan wilayahnya mencakup pulau-pulau Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Sementera itu, Kerajaan Tidore memimpin Uli Siwa, yang berarti persekutuan sembilan bersaudara dengan wilayahnya mencakup pulau-pulau Makayan, Jahilolo atau Halmahera, dan pulau-pulau di antara daerah itu sampai dengan Irian Barat.
Ketika bangsa Portugis masuk ke Maluku, Portugis langsung memihak dan membantu Ternate pada tahun 1521. Hal ini dikarenakan Portugis mengira Ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa Spanyol yang ketika datang di Maluku langsung membantu Tidore. Terjadilah perselisihan antara kedua bangsa kulit putih tersebut di daerah Maluku. Untuk menyelesaian perselisihan kedua bangsa itu, Paus turun tangan dan menen-tukan garis batas wilayah timur melalui Perjanjian Saragosa. Dalam Perjanjian Saragosa dinyatakan bahwa bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap menguasai daerah-daerah di Maluku.
Sultan Hairun Untuk dapat memperkuat kedudukannya di Maluku, Portugis mendirikan benteng yang diberi nama Benteng Santo Paulo. Namun semakin lama tindakan Portugis semakin dibenci oleh rakyat dan bahkan oleh para pejabat Kerajaan Temate. Sultan Hairun, penguasa Ternate, semakin bertambah bend (anti) melihat tindakan-tindakan dan gerak-gerik bangsa Portugis. Oleh karena itu. Sultan Hairun secara terang-terangan menentang politik monopoli dari bangsa Portugis.
Sultan Baabullah Dengan kematian Sultan Hairun, rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan Hairun), bangkit menentang Portugis. Tahun 1575 M, Portugis dapat dikalahkan dan diberi kesempatan untuk meninggalkan benteng.
Pada tahun 1578 M, bangsa Portugis juga ingin mendirikan benteng di Ambon, tetapi tidak lama kemudian bangsa Portugis pindah ke daerah Timor Timur dan berkuasa di sana sampai tahun 1976. Sesudah tahun 1976 wilayah Timor Timur berintegrasi ke dalam wilayah Republik Indonesia hingga tahun 1999. Akan tetapi, setelah melalui jejak pendapat 1999, rakyat Timor-Timur memilih merdeka.

Kerajaan Gowa Tallo

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
b. Kehidupan Politik
Perkembangan pesat Kerajaan Makassar tidak terlepas dari raja-raja yang pernah memertntah seperti:
Ra|aAlaudin Dalam abad ke-17 M, agama Islam berkembang cukup pesat di Sulawesi Selatan. Raja Makassar yang pertama memeluk agama Islam bernama Raja Alaudin yang memerintah Makassar dari tahun 1591-1638 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Makassar mulai terjun dalam dunia pelayaran-perdagangan (dunia maritim). Perkembangan ini menyebabkan meningkatnya kesejahteraan rakyat Kerajaan Makassar. Namun setelah wafatnya Raja Alauddin, keadaan pemerintahan kerajaan tidak dapat diketahui dengan pasti.
Sultan Hasanuddin Pada masa peme-rintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar mencapai masa kejayaannya. Dalam waktu yang cukup singkat, Kera¬jaan Makassar telah berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Cita-cita Sultan Hasanuddin untuk menguasai sepenuhnya jalur perdagang-an Nusantara, mendorong perluasan ke-kuasannya ke kepulauan Nusa Tenggara, seperti Sumbawa dan sebagian Flores. Dengan demikian, seluruh aktivitas pelayaran perdagangan yang melalui Laut Flores harus singgah lebih dulu di ibukota Kerajaan Makassar.
Keadaan seperti itu ditentang oleh Belanda yang memiliki daerah kekuasaan di Maluku dengan pusatnya Ambon. Hubungan Batavia dengan Ambon terhalang oleh kekuasaan Kerajaan Makassar. Pertentangan antara Makassar dan Belanda sering menimbulkan peperangan. Keberanian Sultan Hasanuddin memimpin pasukan Kerajaan Makassar untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku, mengakibatkan Belanda semakin terdesak. Atas keberaniannya, Belanda memberi julukan kepada Sultan Hasanuddin dengan sebutan "Ayam Jantan dari Timur".
Dalam upaya menguasai Kerajaan Makassar, Belanda menjalin hubungan dengan Kerajaan Bone, dengan rajanya Arung Palaka. Dengan bantuan Arung Palaka, pasukan Belanda berhasil mendesak Kerajaan Makassar dan menguasai ibukota kerajaan. Akhimya dilanjutkan dengan Perjanjian Bongaya (1667 M).
Mapasomba Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta, ia digantikan oleh putranya yang bernama Mapasomba. Sultan Hasanuddin sangat berharap agar Mapasomba dapat bekerja sama dengan Belanda. Tujuannya agar Kerajaan Makassar tetap dapat bertahan. Ternyata Mapasomba jauh lebih keras dari ayahnya sehingga Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menghadapi Mapasomba. Pasukan Mapasomba berhasil di-hancurkan dan ia tidak diketahui nasibnya. Dengan kemenangan itu, akhirnya Belanda berkuasa atas Kerajaan Makassar.

Kerajaan Mataram Islam

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Mataram Islam ini tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Mataram dari zaman Hindu-Buddha. Kebetulan saja nama yang sama dipakai. Mungkin juga pemakaian nama ini ada hubungannya dengan upaya untuk mengagungkan kembali kebesaran masa lalu.
Pada awal perkembangannya, Kerajaan Mataram adalah daerah kadi-paten yang berada di bawah kekuasan Kerajaan Pajang. Letak Kerajaan Mataram ada di daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan pusatnya Kota Cede atau Pasar Cede dekat daerah Yogyakarta sekarang. Dari daerah inilah Kerajaan Mataram terus berkembang hingga akhimya menjadi kerajaan besar dengan wilayah kekuasannya meliputi daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian daerah Jawa Barat.
b. Kehidupan politik
Setelah Kerajaan Demak runtuh, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang oleh Ki Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya), menantu Sultan Trenggana. Sultan Hadiwijaya selanjutnya ,mendirikan Kerajaan Pajang namun usianya tidak lama, yaitu antara tahun 1569-1586 M. Setelah Sultan Hadiwijaya meninggal, kota-kota pesisir terus memperkuat diri, sehingga membahayakan kedudukan Kerajaan Pajang.
Adapun Pangeran Benowo pengganti Sultan Hadiwijaya tidak dapat mengatasi gerakan-gerakan yang dilakukan oleh para bupati dari daerah pesisir pantai tersebut. Oleh karena itu, Pangeran Benowo menyerahkan kekuasaan kerajaannya kepada Sutawijaya. Dengan demikian berdirilah Kerajaan Mataram. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram adalah sebagai berikut.
Panembahan Senapati Pada mulanya daerah Mataram merupakan kadipaten yang diperintah oleh Kiai Cede Pamanahan (bekas kepala prajurit Hadiwijaya yang mengalahkan Arya Penangsang).
Setelah Kiai Gede Pamanahan wafat tahun 1575 M, kedudukan sebagai adipati Mataram digantikan oleh putranya yang bernama Sutawijaya dengan gelar Panembahan Senapati ing Alogo Saidin Panotogomo (kepala bala tentara dan pengatur agama). Ia berdta-cita menguasai tanah Jawa. Oleh karena itu, berbagai persiapan dilakukan di daerah dengan memperkuat pasukan Mataram. Cita-cita ini baru dapat dilaksanakan setelah wafatnya Sultan Hadiwijaya dan penyerahan tahta dari Pangeran Benowo kepada Senapati.
Setelah berhasil membentuk Kerajaan Mataram, Senapati mengadakan perluasan wilayah kerajaan dan menduduki daerah-daerah pesisir pantai seperti Surabaya. Adipati Surabaya menjalin persekutuan dengan Madiun dan Ponorogo dalam menghadapi Mataram. Namun, Ponorogo dan Madiun berhasil dikuasai Mataram. Selanjutnya Pasuruan dan Kediri berhasil direbut. Adipati Surabaya berhasil dikalahkan. Dengan demikian dalam waktu sing-kat wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur telah menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Mataram.
Mas Jolang Mas Jolang memerintah Mataram dari tahun 1601-1613 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Mataram diperluas lagi dengan meng¬adakan pendudukan terhadap daerah-daerah di sekitarnya. Daerah-daerah yang berhasil dikuasai oleh Mataram di bawah pemerintahan Mas Jolang adalah Ponorogo, Kertosono, Kediri, Wirosobo (Mojoagung). Pada tahun 1612 M, Gresik-Jeratan berhasil dihancurkan. Namun karena berjangkitnya penyakit menular, maka pasukan Mataram yang langsung dipimpin oleh Mas Jolang terpaksa kembali ke pusat Kerajaan Mataram. Pada tahun 1613 M, Mas Jolang wafat di Desa Krapyak dan dimakamkan di Pasar Gede. Selanjutnya ia diberi gelar Pangeran Seda ing Krapyak.
Sultan Agung Setelah Mas Jolang wafat, Raden Mas Martapura mulai berkuasa. Namun karena sakit-sakitan, lalu turun dari tahta Kerajaan Mataram. Kemudian ia digantikan oleh Mas Rangsang, dengan gelar Sultan Agung Senapati Ing alogo Ngabdurrahman. la adalah raja Mataram yang pertama memakai gelar sultan, sehingga lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung.
Sultan Agung memerintah Mataram dari tahun 1613-1645 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Mataram mencapai masa kejayaannya. Di samping sebagai seorang raja, ia juga tertarik dengan filsafat, kesusastraan dan seni. Sultan Agung menulis buku filsafat yang berjudul Sastro Gending.
Sultan Agung mempunyai tujuan mempertahankan seluruh tanah Jawa dan mengusir orang-orang Belanda di Batavia. Pada masa pemerintahan¬nya, Kerajaan Mataram dua kali mengadakan serangan ke Batavia (1628 M dan 1629 M), namun gagal. Kegagalan ini membuat Sultan Agung memperketat penjagaan di daerah-daerah perbatasan yang dekat dengan Batavia, sehingga Belanda sulit menembus daerah Mataram. Sultan Agung wafat tahun 1645 M dan digantikan oleh putranya yang mendapat gelar Amangkurat I.
Amengkurat 1 Amengkurat I memerintah Mataram dari tahun 1645-1677 M. Ketika ia berkuasa, orang-orang Belanda mulai masuk ke daerah Kerajaan Mataram. Bahkan Amengkurat I menjalin hubungan yang sangat erat dengan Belanda. Belanda diperkenankan mendirikan benteng di Kerajaan Mataram.
Ternyata, setelah diperkenankan mendirikan benteng, tindakan Belanda semakin sewenang-wenang. Akhirnya muncul pemberontakan, seperti pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Trunajaya dari Madura. Pangeran Trunajaya berhasil menjalin hubungan dengan bupati di daerah pesisir pantai. Bahkan ibukota Mataram hampir dikuasai oleh Trunajaya. Namun karena perlengkapan persenjataan yang jauh di bawah pasukan Belanda, akhirnya pemberontakan itu berhasil dipadamkan. Ketika pertempuran terjadi di pusat ibukota Kerajaan Mataram, Amengkurat I menderita luka-luka dan dilarikan oleh putranya ke Tegalwangi, hingga meninggal dunia.
Amengkurat II Amengkurat II memerintah Mataram dari tahun 1677-1703 M. Di bawah pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram semakin sempit. Sebagian besar daerah-daerah kekuasaan diambil alih Belanda. Amengkurat II yang tidak tertarik untuk tinggal di ibukota kerajaan, selanjutnya mendirikan ibukota baru di Desa Wonokerto yang diberi nama Kartasurya. Di ibukota inilah Amengkurat II menjalankan pemerintahannya terhadap sisa-sisa Kerajaan Mataram, hingga akhirnya meninggal tahun 1703 M.
Setelah Amengkurat II, Kerajaan Mataram bertambah suram dan tahun 1755 M melalui Perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram dibagi dua wilayah: (1) Daerah Kesultanan Yogyakarta, daerah ini lebih dikenal dengan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya, bergelar Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792 M); (2) Daerah Kesuhunan Surakarta, diperintah oleh Susuhunan Pakubuwono III (1749-1788)

Meskipun demikian, ternyata Belanda merasa belum puas untuk memecah belah wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram. Sewaktu terjadi perlawanan dari Mas Said, Belanda mengadakan Perjanjian Salatiga. Perjanjian ini merupakan upaya Belanda untuk memperkecil wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram.
Perjanjian Salatiga berlangsung pada tahun 1757 M. Mas Said dinobatkan sebagai raja dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara dengan wilayahnya diberi nama daerah Mangkunegara. Namun, pada tahun 1813 M sebagian daerah dari kesultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku Alam selaku Adipati, sehingga Kerajaan Mataram yang kuat dan kokoh pada masa pemermtahan Sultan Agung akhirnya dibagi menjadi kerajaan kecil seperti: (1) Kerajaan Yogyakarta; (2) Kesuhunan Surakarta; (3) Kerajaan Pakualam, dan (4) Kerajaan Mangkunegara
Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Mataram yang besar dan megah sampai menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang lemah dan tidak berdaya.

Kerajaan Banten

a. Letak Kerajaan
Dasar-dasar Kerajaan Banten diletakkan oleh Hasanuddin (putra Fatahillah) dan mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Perkembangan Kerajaan Banten yang demikian pesat, tidak lepas dari posisi dan letaknya yang strategis di sekitar Selat Sunda.
Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di daerah Jawa Barat bagian utara. Kerajaan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang strategis Kerajaan Banten berkembang menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Barat dan bahkan menjadi saingan berat VOC (Belanda) yang berkedudukan di Batavia.
b. Kehidupan Politik
Berkembangnya Kerajaan Banten, tidak dapat dipisahkan dari peranan
raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Banten.
Raja Hasanuddin Setelah Banten di islamkan oleh Fatahillah, daerah Banten
diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin. la memerintah Banten dari tahun 1552-1570 M. Dengan meletakkan dasar-dasar pemerintahan, Kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan Kerajaan Banten berkembang cukup pesat.
Raja Hasanuddin, juga memperluas wilayah kekuasaannya ke Lampung. Dengan menduduki daerah Lampung, Kerajaan Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas pelayaran-perdagangan Selat Sunda, sehingga Kerajaan Banten. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Ageng setiap pedagang yang melewati Selat Tirtayasa. Letak Kerajaan Banten sangat strategis karena berada
Sunda diwajibkan untuk melakukan di Selat Sunda yang bertambah ramai setelah dikuasainya Selat kegiatannya di Bandar Banten.
Raja Hasanuddin kawin dengan putri Raja Indrapura. Bahkan Raja Indra-pura menyerahkan tanahSelebar yang banyak menghasilkan lada kepadanya. Di bawah pemerintahan Raja Hasanuddin, Kerajaan Banten banyak di-kunjungi oleh saudagar-saudagar dari Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (Burma Selatan), dan Keling.
Panembahan Yusuf Setelah Raja Hasanuddin wafat tahun 1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi raja Banten berikutnya. la berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. la juga berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Langkah-langkah yang ditempuhnya antara lain, merebut Pakuan pada tahun 1579 M. Dalam pertempuran tersebut, raja Pakuan yang bernama Prabu Sedah tewas. Kerajaan Pajajaran yang merupakan benteng terakhir Kerajaan Hindu di Jawa Barat berhasil dikuasainya. Setelah 10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang dideritanya.
Maulana Muhammad Ketika Panembahan Yusuf sedang sakit, saudaranya yang bernama Pangeran Jepara datang ke Banten. Ternyata Pangeran Jepara yang dididik oleh Ratu Kali Nyamat ingin menduduki Kerajaan Banten. Tetapi mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak menyetujuinya. Mereka mengangkat putra Panembahan Yusuf yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana Muhammad menjadi raja Banten dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Mangkubumi menjadi wali raja. Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap untuk memerintah.
Pada tahun 1596 M Kanjeng Ratu Banten memimpin pasukan Kerajaan Banten untuk menyerang Palembang. Tujuannya untuk menduduki bandar-bandar dagang yang terletak di tepi Selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi lainnya dari Sumatera. Palembang akan dikuasainya, tetapi tidak berhasil, malah Kanjeng Ratu Banten tertembak dan akhirnya wafat. Tahta kerajaan kemudian berpindah kepada putranya yang baru berumur lima bulan yang bernama Abu'Mufakir.
Abu'Mufakir Abu'Mufakir dibantu oleh wali kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Rangkung.
Pada tahun 1596 M itu juga untuk pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah pimpinan Comelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal mereka datang ke Indonesia adalah untuk membeli rempah-rempah.
Sultan Ageng Tirtayasa Setelah wafat, Abul Mufakir digantikan oleh putranya dengan gelar Sultan Abu Ma'ali Ahmad Rahmatullah. Akan tetapi berita tentang pemerintahan sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Setelah Sultan Abu Ma'ali wafat, ia digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.
Di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai masa kejayaan. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya memperluas ke¬rajaannya dan mengusir Belanda dari Batavia. Banten mendukung perlawan-an Kerajaan Mataram terhadap Belanda di Batavia. Kegagalan Kerajaan Mataram tidak mengurangi semangat Sultan Ageng untuk mencapai cita-citanya.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan aktivitas perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda di Batavia. Di samping itu. Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan kepada pasukan Kerajaan Banten untuk mengadakan perampokan terhadap Belanda di Batavia, sedangkan perkebunan tebu milik Belanda di sebelah barat Ciangke dirusak oleh orang-orang Banten. Gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Banten atas perintah Sultan Ageng Tirtayasa membuat Belanda kewalahan menghadapinya.
Pada tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar Sultan Abdul Kahar. Sejak saat itu Sultan Ageng Tirtayasa beristirahat di Tirtayasa/ tetapi ia tidak melepaskan pemerintahan seluruhnya. Pada tahun 1674 M, Sultan Abdul Kahar berangkat ke Mekkah dan setelah mengunjungi Turki ia kembali ke Banten (1676 M). Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji.
Ketika memerintah Kerajaan Banten, Sultan Haji menjalin hubungan baik dengan Belanda. Ternyata hubungan ini dijadikan kesempatan yang bagus oleh Belanda untuk memasuki Kerajaan Banten. Melihat terjalinnya hubungan antara Sultan Haji dengan Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa menarik kembali tahta kerajaan dari tangan Sultan Haji. Namun Sultan Haji tetap mempertahankan tahta kerajaannya, sehingga terjadi perang saudara di Kerajaan Banten antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Sultan Haji yang mendapat bantuan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat tahun 1692 M.
Kemenangan Sultan Haji merupakan kehancuran Kerajaan Banten, karena selanjutnya Kerajaan Banten berada di bawah pengawasan pihak Belanda. Dengan demikian. Sultan Haji hanyalah sebagai lambang belaka (raja boneka) dalam pemerintahan Kerajaan Banten, karena seluruh kekuasaan diatur oleh Belanda.

Kerajaan Aceh

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar-bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang, seperti aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
b. Kehidupan Politik
Mengenai kapan berdirinya Kerajaan Aceh, tidak dapat diketahui dengan pasti. Berdasarkan Bustanussalatin (1637 M) karangan Nuruddin Ar-Raniri yang berisi silsilah sultan-sultan Aceh, dan berdasarkan berita-berita orang Eropa, diketahui bahwa Kerajaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Aceh adalah:
Sultan Ali Mughayat Syah Sultan Ali Mughayat Syah adalah raja pertama Kerajaan Aceh. Beliau memerintah Aceh tahun 1514-1528 M. Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Aceh melakukan perluasan ke beberapa daerah yang berada di wilayah Sumatera Utara seperti daerah Daya dan Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
Sultan Salahuddin Setelah Sultan Ali Mughayat Syah wafat, pemerintahan beralih kepada putranya yang bergelar Sultan Salahuddin. la memerintah tahun 1528-1537 M. Selama menduduki tahta Kerajaan Aceh, ia ternyata tidak mempedulikan pemerintahan kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosotan yang tajam. Oleh karena itu. Sultan Salahudin diganti saudaranya yang bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar.
Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar memerintah Aceh dari tahun 1537-1568 M. Setelah berhasil menduduki tahta kerajaan, ia melaksanakan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam segala bentuk pemerintahan Kerajaan Aceh. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh melakukan perluasan wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan terhadap Kerajaan Malaka (tetapi gagal). Daerah Kerajaan Aru berhasil diduduki. Setelah pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar berakhir, Kerajaan Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Baru setelah Sultan Iskandar Muda naik tahta, Kerajaan Aceh mengalami perkembangan yang pesat.
Sultan Iskandar Muda Sultan Iskandar Muda memerintah Aceh dari tahun 1607-1636 M. Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengalami kejayaannya. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transito yang dapat menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia Barat.
Untuk mencapai kebesaran Kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangan Aceh dengan menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian barat. Di samping itu, Kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap daerah-daerah seperti Aru, Pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri, sehingga di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas.
Pada masa kekuasaannya terdapat dua orang ahli tasawwuf yang terkenal di Aceh, yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah as-Samatrani dan Syech Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, tahta Kerajaan Aceh digantikan oleh menantunya yang bergelar Sultan Iskandar Thani.
Sultan Iskandar Thani Sultan Iskandar Thani memerintah Aceh tahun 1636-1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan, ia melanjutkan tradisi kekuasa¬an Sultan Iskandar Muda. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani, muncul seorang ulama besar yang bernama Nuruddin ar-Raniri. la menulis buku sejarah Aceh berjudul Bustanu'ssalatin. Sebagai ulama besar, Nuruddin ar-Raniri sangat dihormati oleh Sultan dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. Setelah ia wafat, tahta kerajaan dipegang oleh permaisurinya (putri Iskandar Muda) dengan gelar Putri Sri Alam Permaisuri (1641-1675 M).

Kerajaan Malaka

a. Letak Kerajaan |
Pada masa kejayaannya, Kerajaan Malaka merupakan pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Perkembangan Kerajaan Malaka di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya tidak dapat dipisahkan dengan posisi dan letaknya yang strategis dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan pada masa itu.
b. Kehidupan Politik
Iskandar Syah Pada awal abad ke-15 M, terjadi perang saudara di Kerajaan Majapahit. Perang itu dikenal dengan sebutan Perang Paregreg. Dalam peperangan tersebut, seorang pangeran Kerajaan Majapahit yang bernama Paramisora diiringi para pengikutnya melarikan diri dari daerah Blambangan ke Tumasik (Singapura).
Daerah Tumasik dianggap kurang aman dan kurang sesuai untuk mendirikan kerajaan. Daerah tersebut menjadi sarang dan tempat per-sembunyian para bajak laut. Karena itu, Paramisora beserta pengikutnya melanjutkan perjalanannya ke arah utara sampai di Semenanjung Malaya.
Di daerah itu, Paramisora membangun satu kampung bersama para pengikutnya dan dibantu oleh para petani dan nelayan setempat. Perkampungan itu diberi nama Malaka. Daerah perkampungan yang baru dibangun itu mengalami perkembangan yang cukup pesat karena letaknya yang strategis, yaitu di tepi jalur pelayaran dan perdagangan Selat Malaka.
Dalam dunia perdagangan, Malaka berkembang sebagai penghubung antara dunia Barat dengan dunia Timur. Perkembangan yang sangat pesat itu mendorong Paramisora untuk membangun kerajaan yang bernama Malaka, dan la langsung menjadi rajanya.
Aktivitas perdagangan di Selat Malaka pada waktu itu didominasi oleh pedagang Islam. Mereka hanya melakukan aktivitas perdagangan pada bandar-bandar perdaga¬ngan Islam. Untuk itu, Paramisora memu-tuskan menganut agama Islam. la meng-ganti namanya menjadi Iskandar Syah dan menjadikan Kerajaan Malaka sebagai kerajaan Islam. Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar Cina dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).
Iskandar Syah berhasil meletakkan dasar-dasar dari Kerajaan Malaka. la mengembangkan Malaka menjadi kerajaan penting di Selat Malaka. la memerintah Malaka dari tahun 1396-1414 M.
Muhammad Iskandar Syah Setelah Iskandar Syah meninggal, tahta Kerajaan Malaka dipegang oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar Syah. la memerintah Malaka dari tahun 1414-1424 M. Di bawah pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka diperluas hingga mencapai seluruh wilayah Semenanjung Malaya.
Untuk memajukan perekonomian, Muhammad Iskandar Syah berupaya menjadikan Kerajaan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran perdagangan di Kerajaan Malaka. Untuk mencapai usahanya itu, ia harus dapat menguasai Kerajaan Samudera Pasai. Namun demikian, menyerang Kerajaan Samudera Pasai merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan, mengingat pasukan perang Kerajaan Samudera Pasai jauh lebih kuat dibandingkan Kerajaan Malaka. Oleh karena itu, Muhammad Iskandar Syah memilih jalan melalui perkawinan politik dan menikah dengan putri Kerajaan Samudera Pasai.
Melalui perkawinannya dengan putri Kerajaan Samudera Pasai ini, Muhammad Iskandar Syah berhasil mencapai cita-citanya menguasai Selat Malaka. Di bawah pemerintahannya, pelayaran perdagangan di Selat Malaka semakin ramai dan hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan Kerajaan Malaka dalam aktivitas perdagangan.
Mudzafat Syah Setelah Mudzafat Syah berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar Syah dari tahta Kerajaan Malaka, ia langsung naik tahta menjadi Raja Malaka dengan bergelar sultan sehingga Mudzafat Syah merupakan raja pertama dari Kerajaan Malaka yang memakai gelar tersebut.
Mudzafat Syah memerintah Malaka dari tahun 1424-1458 M. Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam. Serangan dilakukan dari darat maupun laut. Namun, semua serangan itu dapat digagalkan. Keberhasilan menggagalkan serangan dari Kerajaan Siam itu menambah penting Kerajaan Malaka di Selat Malaka. Bahkan di bawah pemerintahan Sultan Mudzafat Syah, Kerajaan Malaka terns mengadakan perluasan ke daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka, seperti Pahang, Indragiri, dan Kampar. Setelah Sultan Mudzafat Syah meninggal dunia, tahta Kerajaan Malaka diwariskan kepada putranya yang bergelar Sultan Mansyur| Syah.
Sultan Mansyur Syah Mansur Syah memerintah Malaka dari tahun 1458-1477 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka mengalami kemajuan yang sangat pesat dan bahkan mencapai masa kejayaannya sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Agama Islam di Asia Tenggara.
Kejayaan yang dialami Kerajaan Malaka ini adalah berkat usaha Sultan Masyur Syah. Dengan melanjutkan politik ayahnya, yaitu memperluas wilayah kekuasaannya, baik di Semenanjung Malaya maupun di wilayah Sumatera Tengah, seperti daerah Kampar yang ditaklukkan dan dijadikan daerah jajahan. Kemudian Siam berhasil dikuasai. Dalam suatu pertempur-an Raja Siam tewas. Adapun putra mahkotanya ditawan dan dibawa ke Malaka, kemudian dikawinkan dengan putri sultan sendiri dan diangkat menjadi raja dengan gelar Ibrahim. Selanjutnya Indragiri mengakui kekuasaan Malaka.
Walaupun Kerajaan Malaka semakin bertambah maju, tetapi Kerajaan Samudera Pasai tidak diserangnya. Jambi dan Palembang yang dilindungi |, oleh Kerajaan Majapahit, terpaksa dihormati oleh Kerajaan Malaka. Kerajaan r Batak, Aru (Haru) tetap sebagai kerajaan merdeka dan menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Malaka.
Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah, hidup seorang laksa-mana yang terkenal dalam membantu Sultan mengembangkan kerajaannya. Laksamana itu bemama Hang Tuah. Hang Tuah berjasa besar dalam mengem¬bangkan Kerajaan Malaka. Informasi ini didapat dari satu cerita rakyat yang dikenal dengan nama Hikayat Hang Tuah. Kebesaran Hang Tuah sering disamakan dengan kebesaran Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.
Sultan Alaudin Syah Pengganti Sultan Mansyur Syah adalah Sultan Alaudin Syah. la memerintah Malaka dari tahun 1477-1488 M dan mewarisi wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka yang cukup luas. Perkembangan ekonomi kerajaan tetap stabil pada awal masa pemerintahannya. Namun, karena Sultan Alaudin Syah tidak secakap Sultan Mansyur Syah (ayahnya), maka kekuasaan Kerajaan Malaka mulai mengalami kemerosotan. Daerah-daerah yang dulu ditaklukkan oleh Mansyur Syah, satu persatu melepaskan diri dari Kerajaan Malaka. Setelah ia meninggal, tahta Kerajaan Malaka digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Mahmud Syah.
Sultan Mahmud Syah Sultan Mahmud Syah memerintah Malaka dari tahun 1488-1511 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah. Daerah kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya. Keadaan ini menambah suramnya Kerajaan Malaka. Pada masa kekuasaannya muncul ekspedisi bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque dan berusaha merebut Kerajaan Malaka. Akhirnya, pada tahun 1511 Kerajaan Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis.

Kerajaan Samudera Pasai

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan pertama di Indonesia yang menganut agama Islam. Secara geografis, Kerajaan Samudera Pasai terletak di daerah pantai timur Pulau Sumatera bagian utara yang berdekatan dengan jalur pelayaran perdagangan inter-nasional pada masa itu, yakni Selat Malaka.
Dengan posisi yang sangat strategis ini, Kerajaan Samudera Pasai berkembang men-jadi kerajaan Islam yang cukup kuat pada masa itu. Perkembangan ini juga didukung dengan hasil bumi dari Kerajaan Samudera Pasai seperti lada. Di pihak lain, bandar-bandar dari Kerajaan Samudera Pasai juga dijadikan bandar penghubung (bandar transito) antara para pedagang Islam yang datang dari arah barat dengan para pedagang Islam dari arah timur.
Keadaan seperti inilah yang mengakibatkan Kerajaan Samudera Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa itu, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
b. Kehidupan Politik
Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai tidak dapat diketahui dengan pasti. Akan tetapi para ahli berhasil menemukan bukti tentang perkembangan kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Samudera Pasai antara lain:
Nazimuddin al-Kamil. Pendiri Kerajaan Samudera Pasai adalah Nazimuddin al-Kamil, seorang laksamana laut dari Mesir. Pada tahun 1238 M, ia mendapat tugas merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat yang dijadikan tempat pemasaran barang-barang perdagangan dari timur. Nazimuddin al-Kamil juga mendirikan satu kerajaan di Pulau Sumatera bagian utara. Tujuan utamanya adalah untuk dapat menguasai hasil perdagangan rempah-rempah dan lada.
Nazimuddin al-Kamil meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai dengan berlandaskan hukum-hukum ajaran Islam. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Samudera Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat, walaupun secara politis Kerajaan Samudera Pasai berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Setelah berhasil mengalahkan Dinasti Fatimah di Mesir (penganut aliran Syi'ah), Dinasti Mamaluk (penganut aliran Sunni) ingin merebut Samudera Pasai agar dapat menguasai pasaran lada di wilayah timur. Dinasti Mamaluk mengirim Syekh Ismail yang bersekutu dengan Marah Silu (keturunan Marah Pasai). Mereka berhasil merebut Kerajaan Samudera Pasai, dan Marah Silu diangkat sebagai raja dengan gelar Sultan Malikus Shaleh. (Malik al-Saleh)
Sultan Malikul Saleh memerintah Samudera Pasai dari tahun 1285-1297 M. Sultan yang semula menganut aliran Syi'ah itu akhirnya berbalik menganut aliran Sunni, seperti Dinasti Mamaluk..Perkawinan Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari memperkuat kedudukannya di timur Aceh. Sehingga kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan di selat Malaka.
Sultan Malikul Thahir Setelah Sultan Malikul Saleh wafat, tahta kerajaan beralih pada putranya yang bergelar Sultan Malikul Thahir (Malik Al-Thahir). Pada masa kekuasaannya (1297-1326), terjadi peristiwa penting di Kerajaan Samudera Pasai saat putra Sultan Malikul Saleh yang bernama Abdullah memisahkan diri ke daerah Aru (Barumun) dan bergelar Sultan Malikul Mansur. la kembali kepada aliran yang semula yaitu aliran Shiah.
Ketika Kerajaan Malaka muncul dan berkembang sebagai pusat perda-gangan di Selat Malaka, kedudukan Kerajaan Samudera Pasai sebagai daerah perdagangan mulai redup.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar